Perjalanan Tak
Tergantikan
Semua terjadi begitu saja, dan
ini lah takdir yang terjadi. Pagi, kembali membangunkan ku dari tidurku dengan
menyorotkan sinar sang mentari ke wajahku melalui celah-celah jendela di kamar
ku. Sebelumnya mungkin ku harus memperkenalkan
siapa diriku, aku Andri, seorang anak laki-laki dari keluarga sederhana yang
terjebak dalam kehidupan yang cukup rumit untuk dijalani.
Semua berawal ketika aku lulus
sekolah menengah atas (SMA), aku tinggal seorang diri di desa kecil nan indah
didaerah di kota Bogor. Ayah ku sudah lama tiada meninggalkan aku, adik ku, dan
ibu ku sejak aku masih duduk dibangku sekolah dasar, sejak itu ibu ku lah yang
menjadi kepala keluarga untuk menafkahi keluarga ku. Awalnya ibuku hanya
seorang kuli cuci rumahan didaerah perkampunganku, namun disaat ada sebuah
keluarga dari kota Jakarta yang datang ke kampungku untuk mencari seorang
pembantu rumah tangga, Ibuku tidak menyia-nyiakan kesempatan itu. Dan sejak
itulah ibu meninggalkan ku, dia hanya berkata “Jaga diri mu baik-baik, mungkin
Rusli adik mu akan dirawat oleh bibi Jumriah di Tasik. Kini kau hanya sendiri,
belajarlah mandiri. Untuk biaya sekolah mu dan keseharian mu, ibu akan kirimkan
setiap bulannya”. Itulah pesan yang ku ingat saat beliau pergi ke kota. Jadi
faktanya ku hanya seorang yang hidup sendiri disebuah desa kecil dikaki gunung,
ditinggal ayah sejak sekolah dasar,dan ditinggal ibu berkerja sejak duduk
dibangku smp kelas 2. Namun kini ku sudah tidak peduli dengan masa lalu ku,
kini ku sudah lulus sekolah SMA dan kini waktu ku untuk lebih memikirkan
tantang masa depan ku.
Beberapa hari sejak hari
kelulusan ku, aku dihubungi oleh ibu. Dia berkata akan pulang dalam jangka
waktu yang dekat dengan majikannya untuk menemuiku, ya aku pun sangat gembira
mendengar kabar itu, sudah hampir 1 tahun aku belum bertemu lagi dengan ibuku
sejak terakhir lebaran kemarin beliau pulang. Namun ada yang mengganjal dihati
ku setelah ku dengar beliau dengan majikannya, ya aku pun berusaha untuk
positive thinking saja, siapa tahu
majikannya berbaik hati ingin memberikan ku pekerjaan.
Sudah 3 hari berlalu, namun ibu
ku belum kunjung datang. Harap bercampur cemas kini ada didalam lubuk hati ku,
dan ku hanya berkata “mungkin besok atau lusa, bersabar saja”. Dan ternyata
benar, esoknya ibuku datang bersama dengan keluarga majikannya, namun kini ada
yang berbeda, disana juga terdapat seorang gadis remaja yang baru pertama kali
ku lihat. Memang majikan ibuku sering berkunjung kemari disaat ibuku pulang,
dikarenakan anak-anak majikan ibuku sangat akrab dengan beliau, jadi katanya si
ga bisa tidur kalau ga dikelonin si Umi, hehe.. tentang gadis itu, sekilas ku
perhatikan sepertinya dia juga anak yang baru lulus sekolah kemarin, mungkin
itu rekan kerja ku, begitulah yang terfikir oleh ku. Namun setelah
diperkenalkan, ternyata dia adalah keponakan majikan ibu ku yang baru pulang
dari Malaysia, kedatangannya kesini hanya untuk liburan saja, ia sudah
berkuliah disana. Senangnya jadi orang kaya bisa kuliah, apa lagi di luar
negri, itu lah perkataan yang tersimpan dihati ku. Lanjut ke fakta yang sedang
terjadi, setelah lama berbasa basi dan bercerita tentang ini itu, akhirnya
majikan ibuku berkata pada ku dan menawarkan sesuatu pada ku, dengan
harap-harap cemas aku menunggu saat ini, sabil berdo’a dalam hati,
mudah-mudahan perkerjaan, namun kenyataan berkata lain, beliau bukan menawarkan
ku pekerjaan, tapi beliau menawarkan ku untuk melanjutkan jenjang pendidikan ku
di Jakarta, semua masalah administrasi ditanggung majikan ibu ku. Dengan alasan
ini sebagai balas budi atas kerja keras yang ibu ku lalukan, dan kami sudah
dianggap sebagai keluarga sendiri. Tanpa basa basi ku langsung berkata ia
dengan hati yang gembira, walau harus pindah ke Jakarta dan meninggalkan kampung
tercinta, tapi ini demi masa depan yang lebih cerah. Sampai tiba disaat ku
harus meninggalkan semua tentang kehidupanku di desa, sedih bercampur gembira
ku rasa saat itu, tapi inilah pilihan ku, bye masa lalu, welcome masa depan.
Sesampainya ku disana hal yang
pertama kali ku lihat jelas adalah rumah megah yang akan ku tempati sebagai
tempat tinggal, tak ku sangka majikan ibuku sekaya ini, yang terfikir oleh ku
saat itu hanya ”apakah ibu tidak lelah merapihkan rumah yang sebesar ini”. ya
tapi semua kerja keras ibu juga kan untuk ku dan adik ku, terimakasih ibu.
Perlahan tapi pasti ku langkahkan kaki ku menuju kedalam rumah mewah itu,
diperkenalkan ku pada beberapa orang disana yang diantaranya adalah pembantu
seperti ibuku,tukang kebun dan supir pribadi majikan ibuku. Diantarkannya aku
ke kamar pribadiku yang sudah disiapkan sebelumnya, berpisah kamar dengan kamar
ibu ku. Kamar ku tidak terlalu luas, tapi cukup nyaman untuk ku beristirahat,
dan yang tak ku sangka ternyata kamar ku itu berdekatan dengan kamar keponakan
majikan ibu ku yang tadi bernama Siska, tapi itu tak penting bagi ku, tujuan ku
kesini hanya untuk kuliah dan focus belajar. Tak lama disaat ku sedang
beristirahat masuk majikan ibuku yang laki-laki, sebut saja Pak Bimo ingin
menjelaskan beberapa hal padaku, ia menjelaskan bahwa tinggalnya ku disini
bukan hanya untuk kuliah, tapi juga untuk bantu-bantu tukang kebun alias pak
Ramli sepulang ku kuliah disana, juga untuk mengantar non Nia sekolah, karena
kebetulan pak bimo menempatkan ku kuliah ditempat yang dekat dan searah dengan
sekolah non Nia. Dengan syarat-syarat yang beliau berikan, aku pun menyanggupi
peraturannya. Karena ini demi ibuku, keluarga ku dan masa depan ku.
Tak terasa hari libur masa
sekolah maupun kuliah sudah berakhir, dihari itu juga hari pertama ku masuk di
Universitas baru ku, juga sebagai ojek pribadi anak majikan ku. Banyak
orang-orang baru yang ku temui, rata-rata mereka semua anak dari keluarga
berekonomi menengah ke atas, alias anak orkay..hehe, beruntung ku mendapat
teman dekat yang berkecukupan bernama Heru, ia sangat baik kepadaku, hampir
setiap harinya aku dijajani olehnya tapi dengan imbalan ia minta ajari
pelajaran yang tidak ia mengerti kepadaku, ya begitulah Heru. Hari-hari ku
jalani sebagai seorang mahasiswa baru di kampus ku, semakin hari semakin banyak
juga orang-orang yang ku kenal. Hingga suatu saat ketika aku sedang mencari
bahan untuk menyelesaikan tugasku di Perpustakaan kampus, ku bertemu dengan
gadis manis berkerudung yang saat itu secara tidak sengaja ingin mengambil buku
yang juga ingin ku ambil. Dengan besar hati ku relakan buku itu dipakai olehnya
terlebih dahulu, namun sebelum itu ku sedikit berbincang dengannya. Yang
diawali dari ku.
“ Mau pake buku ini juga ya ”
kata ku.
“Ia ka, soalnya butuh banget ni
buat ngerjain tugas”, jawabnya.
“emph, jangan panggil kk donk,
aku juga masih baru disini. Panggila aja ku Andri, kalau kamu siapa?”
“nama ku Nazwa ka, eh…Andri
maksud ku”
“owh, ya sudah kalau gitu kamu
aja dulu pake bukunya, tapi kalau udah selesai jangan dibalikin ke perpus dulu
ya, soalnya ku juga mau pinjem. Lau udah kamu kontak no ini aja ya, nanti ku
ambil bukunya” jelas ku.
“emmphhh, ydh ok deh” ;)
Begitulah pertemuanku dengan
Nazwa, ku beri ia no kontak handphone ku agar ia bisa memberitahuku bila sudah
selesai menggunakan bukunya. Dua hari berlalu, selama itu pula ku tunggu
panggilan dari Nazwa, tapi tidak lama setelah itu akhirnya ia menghubungi
ku,dan member tahu kalau ia sudah selesai menggunakan bukunya.
“Ass, apa benar ini dengan
Andri?”
“Wss, ia betul sekali, ini dengan
siapa ya?”
“Ini aku Nazwa ndri, aku sudah
selesai ni dengan bukunya, sekarang giliran kamu bila ingin memakainya”
“Owh, ya sudah Nazwa, nanti ku
ambil bukunya, kita ketemu di kantin kampus saja ya besok pukul 10.00 WIB, bisa
kan?”
“Ok deh ndri, ketemu besok ya”
Begitulah percakapan singkat ku
dengan Nazwa, gadis yang secara tidak sengaja ku kenal di Perpustakaan.
Esok telah tiba, seperti biasa
setelah membantu mang Ramli aku berangkat kuliah dengan non Nia, ku antarkan
dulu non Nia ke sekolahnya lalu ku berangkat ke Kampusku. Jam pertama mata
kuliah ku sudah berakhir, kebetulan ini baru jam 09.40, langsung ku bergegas ke
kantin untuk menemui Nazwa dan mengambil buku yang ku butuhkan. Sekitar 15
menit aku menunggu dan Nazwa pun datang menghampiri ku.
“Pagi ndri, nih buku yang ingin
kamu pakai”, dengan senyuman manisnya menyapa ku.
“eh, ia Naz, Pagi juga. Kamu
yakin sudah tidak memerlukan buku ini?”
“Ia ndri, lagi juga tugasku sudah
selesai ko, sekarang giliran kamu, semangat ya ngerjain tugasnya” dengan sedikit
nada meledek menyemangati ku.
“Ok deh tenang aja, aku kan smart
fren, eh maksud ku smart boy”
“huu, kamu bisa aja” jawabnya.
“emph, ngomong-ngomong setelah
ini masih ada jam kuliah Naz”
“Udah ngga ndri, kebetulan jam
kuliah selanjutnya ngga ada dosennya, dia hanya ngasih tugas aj, memang
kenapa?”
“Ngga apa-apa si, Cuma ku pengen
ajak kamu jalan-jalan sebentar di Taman Kota, biar bisa lebih akrab aj kita.
Gimana, bisa ga?”
“Emph, Ok deh. Lumatyan wat
refreshing otak. Mumet mikirin tugas kuliah mulu”
Begitu lah perbincangan kami di
Kantin sekolah yang akan berlanjut ke Taman Kota untuk sejenak refreshing
bersama. Setelah itu kami langsung bergegas, kebetulan aku juga sedang tidak
ada kerjaan apa-apa dirumah maupun tugas kuliah. Sesampainya di Taman, kami
menghabiskan waktu bersama dengan canda tawa, terasa begitu akrab walau kami
baru saling mengenal. Selama itu juga aku dan dia menceritakan banyak tentang
kehidupan pribadi masing-masing, jadi dia tahu aku bagaimana begitu juga aku.
Tak terasa hari sudah menunjukan pukul 14.30, aku segera pamit untuk menjemput
anak majikan ku dari Sekolahnya, dan ia pun memaklumi dan mengerti bagaimana
kondisi ku, maka dari itu ia lebih memilih pulang sendiri dan tak mau
merepotkan ku dari pada menerima tawaranku untuk mengantarnya, tapi ia berjanji
kapan-kapan dilain waktu aku boleh mengantarnya pulang dan berkunjung ke
rumahnya. Akhirnya ku langsung pamit dan pergi meninggalkannya untuk pulang dan
menjemput anak majikan ku. Sesampainya di Rumah, ku langsung ganti pakaian dan
mulai membantu para pekerja di rumah itu, membereskan apa yang belum beres,
tapi saat ini ada yang berbeda yang ku rasa, entah apa yang ku fikirkan kali
ini sambil beres-beres rumah dengan semangat tinggi ku juga mengerjakan semua
itu dengan penuh senyuman, mungkin karena fikiranku yang terus membayangkan
tentang apa yang tadi terjadi di taman. Malam pun datang dan saatnya aku
beristirahat, namun malam ini terasa berbeda, fikaran ku selalu
terbayang-bayang tetntang Nazwa, entah apa yang sedang terjadi pada diriku.
Ingin rasanya ku menghubungi ia,tapi ku takut mengganggunya dan bila ku sudah
menghubungi dia aku takut bingung ingin berbicara apa, maka dari itu ku
putuskan saja untuk tidak mengganggunya dan segera lekas pergi tidur.
Pagi pun datang, sudah dari
pagi-pagi sekali ku bangun untuk mengerjakan pekerjaan keseharian ku sebagai
pembantu dirumah majikan ku, tapi pada pagi ini ku masih tetap bingung dengan
semua yang terjadi padaku, bahkan dalam mimpi pun aku termimpikan tentangnya.
Setelah semua beres dipagi itu aku langsung bergegas ke kampus, sesampainya
disana ku langsung menghampiri Heru untuk bertannya tentang semuanya, karena
untuk masalah ini dia lah ahlinya.
“pagi sob, ada yang pengen w
tannyain ni”
“wiihh, mas bro, ada apa to mas?”
“gini ru, tempo hari kan w
kenalan sama nazwa, nah kemaren tu w ma dy jalan berdua tuh ke taman…”
“asik kencan ni mas bro ma cw”
potong pembicaraan ku.
“dengerin dulu, ia bisa dibilang
begitu, tapi w bingung, kenapa ya setelah itu sampai sekarang w terus aja terfikirkan
dia, bahkan sampai ke bawa mimpi ru”
“haduh-hadung ini bocah pinter
tapi belet, baru kali ini apa kaya gini? U tuh lagi jatuh cinta mas bro, emang
gitu dah rasanya jatuh cinta. Aseekkkk”
“Emang baru kali ini w ngerasain
ini, terus apa yang perlu w lakuin ru?”
“deuh masih nanya aja, udah
deketin, terus tembak dah alias mengatakan cinta. Jangan nanya nembak pake
apa?”
“Hehe ia w ngerti ko, kaya yang
di tipi-tipi itu kan” Polos ku.
Begitulah jawaban dari teman
dekat ku Heru, dengan jawaban seperti itu sudah tak ada kata malu lagi untuk
mengembangkan cinta yang ku rasa. Lantas ku langsung menemui Nazwa setelah
selesai jam mata kuliah pertama ku. Setelah bertemu, kami banyak mengobrol
tentang kuliah, dan aku pun tak lupa bercerita tentang apa yang terjadi padaku.
Mendengar semua itu, Nazwa hanya tersenyum simpul penuh malu, sesudahnya dari
itu ku jalani hari ku penuh dengan bayang-bayang tetnatang Nazwa. Hari-hari
kujalani semakin dalam perasaan ku kepadanya, kali ini tak ada kata ragu lagi
dalam hatiku untuk mengungkapkan semuanya tentang perasaan ini. Suatu ketika,
aku menghubungi Nazwa untuk bertemu denganku pada sabtu malam, dan ia
menyetujui apa yang ku ajukan kepadanya. Pada malam itu ku dan Nazwa
berjalan-jalan di sekitar taman Kota, bersinggah disebuah rumah makan lesehan
dipinggir jalan. Terasa detak jantungku berdebar sangat kencang saat berada
didekatnya, namun ku beranikan diri utuk membuka topic pembicaraan.
“ekhem…emmmmpppp, nazwa kamu ga
dicariin ortu mu kan mala mini main dengan ku?”
“Ngga ko tenang aj ndri, tadi ku
sudah pamit ko”
“emmmppp, kalau yang lain selain
ortu mu ada yang marah ga?”
“Siapa maksudmu?, keluarga ku
fine-fine aja ko”
“maksudku kekasih mu atau
semacamnya?”
“hihihihi, kamu tu ngarang aja,
ku masih single ko, jadi tenang aja”
“Serius cw semanis kamu masih
single, ko bisa?”
“ya mungkin karena aku terlalu
sibuk dengan belajarku dan tak ada waktu untuk laki-laki”
“lah, ni ada waktu untuk ku, ku
juga kan laki-laki?”
“hemph, J” hanya tersenyum manis tak
menjawab pertannyaan ku, menimbulkan 1001 pertanyaan di hati.
Lalu dengan berani ku coba untuk
mengungkapkan semuanya, karena sudah tidak ada keraguan lagi di hati.
“Nazwa, ada yang mau ku tanyain
dan ku katakan ke kamu, tapi ku harap kamu ga marah setelah mendengar ini.
Jujur entah mengapa setelah ku kenal sama kamu kehidupan ku jadi berbeda, jadi
lebih berwarna. Entah apa yang sedang ku alami, tapi ini lah kenyataan yang
sedang terjadi. Setelah ku bertanya dan mencari jawaban tentang semua ini, ku
temukan satu jawaban, yaitu ku telah jatuh hati kepada mu naz, ku telah jatuh
cinta. Mencoba untuk mengelak dari semua ini, tapi ku telah terjebak, dan kini
ku hanya ingin selalu didekat mu, dan maka dari itu, ku ingin bertanya pada mu.
Apakah kau bersedia selalu ada didekat ku, walau bukan dekat dalam arti
sebenarnya, apakah kau mau jadi kekasih ku?”. Dengan gelagapan ku ungkapkan
semua itu ke Nazwa, semakin kencang detak jantungku menanti sebuah jawaban
darinya. Ku lihat raut wajanya memerah karena pertanyaan ku, dan ia pun beri
jawaban.
“Emmph sebenarnya ndri, mungkin
bukan hanya kamu yang merasakan itu semua, begitu pula aku. Entah mengapa saat
kita pertama kenal, disaat itu juga kenyamanan tersimpan di hatiku. Untuk
tawaran mu, mungkin jawabanku hanya tidak,… tidak harus ragu untuk berkata ia”.
Dengan malu ia beri ku jawaban, bagai hujan kebahagiaan turun di hatiku, betapa
bahagianya aku mendengar jawaban itu, dan disaat itulah aku resmi menjadi
kekasih dari wanita berkerudung manis bernama lengkap Nazwa Qhairunnisa.
Hari-hari bisa ku jalani dengan
penuh senyuman, karena kini ku tak lagi sendiri. Tapi disauatu hari, dimana
hari itu sedang libur sekolah, jadi ku pun tidak mengantar jemput non Nia, tapi
ku tetap ada jam mata kuliah, ku menghampiri my kekasih yang sedang berkumpul
dengan teman-temannya. Ku tawarkan ia untuk ku antar pulang dan menagih janji
yang pernah ia ucapkan, dan tanpa ragu ia menerima tawaranku. Sore itu ku antar
nazwa ke rumahnya sekaligus mampir disana, ku bertemu dengan kedua orang
tuanya, dan diperkenalkannya aku kepada mereka. Tak ku sangka Nazwa bukan anak
sepertiku, dia lahir dikeluarga yang sangat berkecukupan, tapi hebatnya ia
tidak hidup seperti anak lainya, ia lebih terlihat sebagai anak yang sederhana
yang biasa saja. Aku pun duduk disebuah ruangan yang cukup luas, tak lama ku
lihat nazwa dengan seorang ibu-ibu membawakan ku segelas minuman. Lalu
berbincanglah kami layaknya spasang kekasih pada umumnya, tak lama setelah itu
kedua orang tua nazwa ikut dalam perbincangan kami. Beliau berkata kalau nazwa
sudah banya bercerita tentang ku dan beliau juga bertanya bagaimana tentang
kehidupan ku, dengan sedikit canggung aku pun hanya menjelaskan apa adanya
tentang hidup ku. Terlihat sedikit kecewa tertulis di raut wajah orang tua
nazwa, tapi ku tidak memerdulikan apa yang sedang terjadi saat itu. Entah apa
yang sedang mereka fikirkan, aku tak peduli, yang aku tahu hanya aku mencintai
nazwa apa adanya, dan tak ada alasan lain untuk itu.
Esoknya ku temui Nazwa di Kantin
kampus, ku lihat dari raut wajahnya sepertinya dia sedang bingung. Lalu ku
tanyakan kepadanya sebenarnya apa yang sedang terjadi pada dirinya. Dan ia
bercerita tentang sikap kedua orang tuanya yang ternyata sangat kecewa dengan
lelaki pilihannya, yaitu aku. Merka inginkan nazwa mendapatkan lelaki yang
lebih baik dari nazwa, dalam arti yang kondisi harta dan tahtanya melebihi
nazwa. Sedikit sakit hati ku rasakan mendengar cerita itu, tapi dengan sikap
dewasa ku coba menenangkan hati nazwa semampuku, dan setelah mandengar
panjelasan yang cukup dari ku, akhirnya ia sudah agak merasa lega, dan
memutuskan untuk terus bersama ku walau harus menjalani hubungan dibelakang
orang tua alias backstreet. Sebenarnya ku pun tidak mau seperti ini, tapi cinta
ku yang tulus memaksaku melakukannya.
Tiga bulan berlalu begitu saja
terhitung sejak dari pertama ku pindah ke kota ini, kini ku sudah terbiasa
dengan kehidupan kota, apa lagi sekarang sudah ada nazwa yang selalu menyayangi
ku. Namun cerita kini berbeda, mungkin ku menjalani hubungan backstreet dengan
nazwa, tapi ini bukan tentang dia, tapi tentang Siska, keponakan majikanku yang
ku pikir sedang berlibur saja, tapi ternyata sedang cuti kuliah selama satu
semester. Maka dari itu sampai saat ini ia masih berada di rumah majikanku yang
alias pamannya sendiri. Tentang dia, dia adalah wanita yang sangat baik, namun
disisi lain dia seorang yang kurang sehat. Kanker serviks yang ia dapatkan
karena keturunan, menjadikan ia menjadi wanita yang murung seperti sudah tidak
memiliki kebahagiaan lagi. Tapi ada satu hal yang bisa membuatnya bahagia
katanya, yaitu ia ingin sekali menikah dengan orang yang ia sangat cintai yang
bisa terima ia apa adanya. Namun yang membuat ku terkejut adalah, orang yang ia
cintai yaitu aku. Ia bilang sejak ia pertama berjumpa dengan ku, ia sudah simpati
dengan ku. Dengan mendengar semua tentang itu, ku tak bisa menjawab apa-apa, ku
hanya diam dan bersikap biasa. Setelahnya ku hanya melewati hari-hari ku
seperti biasa, namun ku tak tega melihat siska yang seolah-olah berharap lebih
dari ku.
Esoknya Sepulang ku kuliah dan
sesampainya ku dirumah, ku bingung karena disana tak ku lihat orang-orang rumah
seperti biasa, hanya Bi Tati dan Mang Ramli yang terlihat disana, lantas ku pun
bertanya kepada mereka berdua.
“Bi, Mang… yang lain pada kemana
ya? Ko tumben sepi di rumah”.
Dengan raut muka ragu serta takut
mang ramli menjawab “Bebebegini mas Andri, Bapak dan Ibu majikan sedang kerumah
sakit…”
“lah? Siapa yang sakit emangnya
mang?”, ku takut kalau siska yang sakit.
“iiitu mas, Umi alias ibu mas
Andri sakit, tadi tiba-tiba saja beliau pingsan. Memang sudah terlihat pucat
mas dari pagi.”
“Apa? Mang ramli ga bercanda kan?
Sekarang Ibu ku dibawa ke rumah sakit mana mang? Kenapa ga ada yang mengabariku
sejak tadi mang?” dengan rasa kesal sekaligus khawatir ku bertanya.
“Sekarang Umi sedang dirawat di
RS Sentra Medika mas, saya rasa mas langsung menyusul saja kesana”
Dengan rasa khawatir tingkat
tinggi, ku nyalakan sepeda motor dan bergegas menuju rumah sakit. Sesampainya
disana, ku bertemu dengan Siska dan Bu Nur dan ku tanyakan bagaimana keadaan
ibu ku. Sambil mengajaku duduk di ruang tunggu, siska coba menenangkan diri ku.
Ia berkata ibu ku sedang mendapatkan perawatan, jadi belum bisa dijenguk,
sementara majikan ku pak Bimo sedang mengurus administrsi. Bersyukur sekali ku memiliki majikan sebaik
pak Bimo, yang masih mau mengurus ibu ku yang notabennya bukan siapa-siapa
dikeluarganya. Namun ibu Nur bilang kalu ku dan ibu ku sudah dianggap sebagai
keluarga sendiri.
Dua setengah jam sudah ku
menunggu pertolongan pertama yang sedang dilakukan pihak rumah sakit untuk
ibuku, dan akhirnya kami bisa menjenguk ibu ku. Ku lihat beliau belum siuman,
dengan hati sedih dan khawatir ku dekati ibu ku dan meminta maaf kalau ku tidak
ada disaat beliau membutuhkannya. Tapi setelah itu, ku mengijinkan majikan ku
untuk pulang, karena mungkin beliau mempunyai kesibukan lain ketimbang harus
mengurus ibu ku, karena sudah ada aku sebagai anaknya yang lebih harus
menjaganya dari pada orang lain. Akhirnya kedua majikanku beserta siska pulang dan
berpesan kalau ada apa-apa jangan sungkan untuk mengabarinya, dan tinggal lah
aku sendiri menemani ibu ku yang belum sadar. Tepat pukul jam 01.00 dihari
Jum’at, ku lihat ibuku muali siuman, dan sambil tersenyum ia berbicara kepada
ku.
“Belum tidur kamu nak?”, dengan
lemas ibu ku bertanya.
Dengan rasa sedikit kaget ku
menjawabnya, “Emph, belum bu. Ibu tidak apa-apa? Apa yang ibu rasakan? Apa ibu
ingin sesuatu? Bilang saja ma Andri bu, Andri disini untuk mu bu.”
“tenang saja, ibu tidak apa-apa,
mungkin hanya kelelahan saja. Kamu tidak kuliah nak besok, jam segini belum
tidur, nanti kamu malah tidur di kampus lagi”.
“tidak apa-apa ko bu, sudah
jangan terlalu memikirkan tantang andri, andri bisa atasi itu semua ko. Yang
penting sekarang ibu istirahat saja dan cepat sembuh”.
“kamu anak yang baik, ibu bangga
dengan mu nak. Ibu hanya ingin berpesan, jika kamu nanti jadi orang yang
sukses, jangan pernah lupakan saudar-saudara mu di kampung, apa lagi saudara
kandung mu sendiri, jaga dia baik-baik sebaik ibu menjaga mu dan dia.”
“Ia, bu baik.”, sambil menetesakn
air mata dan ku genggam tanagnnya ku menuruti nasehatnya.
Tak lama setelah itu, ku lihat
ibu ku kejang dan ku rasakan panas yang begitu tinggi melalui tangannya yang
sedari tadi ku pegang. Lalu bergegas ku memanggil dokter untuk member
pertolongan pertama. Dokter pun datang dan ia meminta ku untuk keluar ruangan.
Langsung dengan rasa tidak enak ku hubungi pak bimo untuk dapat segera kemari.
Sekitar 10 menit, pak bimo,bu Nur, non Nia, non risma dan Siska sudah sampai di
rumah sakit. Mereka datang dengan rasa penuh khawatir, lalu ku jelaskan kepada
mereka apa yang terjadi. Satu jam lebih ibu mendapat pertolongan pertama dari
dokter, dan akhirnya dokter keluar dan memberi kabar tentang keadaan ibu ku.
“Dok, bagaimana keadaan ibu saya
dok?”, Tanya ku pada dokter.
Dengan raut wajah yang sedih
dokter hanya menjawab, “maaf”
“maksud anda apa dok, jelaskan
kepada saya?, bagaimana ibu saya dok?”, dengan sedikit kesal karena jawaban
dokter.
“Sudah ndri, kamu tenangkan diri
dulu, kita sama-sama dengarkan penjelasan dari pak dokter”. Sela pak Bimo yang
mencoba menenangkanku.
“Maaf, kami sudah berusaha
semampu kami. Tapi kanker otak yang diderita ibu sudah tidak dapat tertolong
lagi. jadi dengan berat hati kami kabarkan kalau kini Ibu sudah tiada, maaf
sekali lagi, tapi kami sudah berusaha semampu kami”. Jelas dokter dengan
seperti penuh sesal.
Mendengar kabar seperti itu, aku
sempat tidak percaya akan semua ini. semua seperti mimpi bagi ku. Baru saja ibu
berpesan dan tersenyum, tapi kini beliau telah tiada. Mungkin itulah pesan dan
senyuman terakhirnya untuk ku. Pada saat itu aku sudah tidak bisa berbuat
apa-apa, pak Bimo langsung mengabarkan keluarga ku di kampong. Ku hanya dapat
menangis, dan berusaha ikhlas dengan apa yang sedang menimpa ku. Tak lama kami
semua sibuk dengan pengurusan pemakaman ibu ku, dan pagi harinya ibu ku
langsung dimakamkan di kampungku, tepat di samping makam ayah ku. Ku lihat adik
ku dan keluarga yang lainnya belum dapat ikhlas dengan kepergian Ibu, karena
ibu dikenal sebagai sosok yang baik, rendah hati dan ramah kepada tetangga.
Tapi bagi ku ini sudah takdir yang maha kuasa, ikhlas dan terus menjadi anak
yang baik yang selalu ingat nasehat orang tuanya untuk membuat ayah ibuku
bangga melihat ku disana. Setelah itu semua, ku putuskan untuk tinggal lebih
lama dulu dikampung dan cuty kuliah untuk beberapa hari. Baiknya pak Bimo
mengerti dan menuruti kemauan ku, dia hanya bilang kalau ia masih menerima ku
walau ibu ku sudah tiada dirumahnya, karena aku sudah seperti anak baginya.
Seminggu ku habiskan waktu di Kampung untuk menenangkan diri. Nazwa terus
menghubungiku dan bertanya kenapa aku tidak ada di kampus, dank u hanya
menjawab kalau ku sedang ada urusan keluarga. Untung nazwa wanita yang simple
dan percaya pada ku, ku sendiri belum siap untuk menceritakan apa yang sedang
terjadi padaku. Setelah cukup ku rasakan tenang dank u sudah bisa sedikit
ikhlas atas kepergian ibu ku, ku putuskan untuk kembali ke rumah Pak Bimo dan
melanjutkan kuliah ku.
Satu bulan lebih berlalu sejak
kepergian ibu ku, dan kini ku sudah kembali kepada kegiatan-kegiatan ku seperti
biasa dulu. Namun disuatu malam disaat ku sedang beristirahat, tak seperti
biasanya, pak Bimo dan Bu Nur memanggilku untuk menyampaikan sesuatu. Mereka berkata
kalau mereka sangat berterima kasih kepada ku terutama kepada almarhumah ibu
ku, kata mereka ibu ku sudah menyelamatkan nyawa ibu Nur, karena dulu Ibu Nur
sakit, dia terserang kanker ginjal, jadi ginjal beliau harus diangkat dan
diganti dengan ginjal dari seseorang yang cocok atau sama dengan ginjal ibu
Nur. Pak Bimo sudah tidak tahu apa yang harus ia lakukan untuk menyelamatkan
istrinya, tapi Ibu ku mengikhlaskan separuh ginjalnya untuk didonorkan kepada
ibu Nur, dan akhirnya ginjal Ibu ku cocok dengan Ibu nur, dan sampai saat ini
ibu Nur sehat dengan ginjal ibu ku yang tertanam ditubuhnya. Dan pada saat itu
Pak Bimo berjanji akan memberikan apa saja yang ibu ku mau, dan ibu ku hanya
bilang kalau beliau ingin aku bisa kuliah, dan Pak bimo berjanji akan hal itu.
Tapi setelah bercerita tentang itu, Pak bimo berkata kalu ia sudah menepati
janjinya dan tidak memiliki hutang budi lagi. Ia berkata kalau ia sudah tidak
bisa membiayai ku lagi kuliah sampai tamat, ia akan membiayai ku sampai
semester satu saja. Bingung kala itu melanda ku, apa yang harus ku lakukan?,
bagaimana cara ku melanjutkan pendidikan ku?. Tapi Pak Bimo memberikan ku
tawaran lain, ku akan dibiayai lagi, asalkan aku dapat melakukan satu hal
untuknya, yaitu hal yang paling sulit adalah menikah dengan siska, dan menjadi
orang yang bisa selalu membuat siska tersenyum, karena Pak Bimo saying sekali
kepada siska. Dan pak Bimo tahu akan semua yang Siska rasakan untuk ku, bahkan
ia tahu tentang aku dan nazwa. Maka dari itu ia meminta ku untuk tinggalkan
nazwa dan cintai siska. Semakin bingung ku dibuat olehnya, ku tidak bisa
menjawab kala itu. Tapi pak bimo mengerti, maka dari itu ia memberi ku waktu
sampai selesai ujian akhir semester satu ku untuk member jawabannya.
Hari demi hari ku lewati dengan
perasaan bimbang dan bingung. Semakin hari cinta ku kepada Nazwa semakin dalam,
tapi disatu sisi ku juga ingin masa depan ku cerah dan sesuai dengan keinginan
ku. Hidup ini adalah pilihan, dan ini lah pilihan tersulit yang kini ada
dikehidupan ku. Disatu sisi ku menjalin hubungan dengan orang yang ku sayang
dan ia pun sayang padaku, namun kami tidak direstui oleh orang tuanya. Disisi
lain ada seorang yang begitu mencintai ku dan dapat membawaku ke masa depan
yang lebih cerah, tapi aku tidak pernah punya perasaan lebih terhadapnya. Karir
atau cinta? Sangat membingungkan untuk ku. Dan sampai waktunya tiba dimana
jawabanku ditagih oleh Pak Bimo, keputusan yang akan membawa ku kearah
perjalanan hidup ku. Dan akhirnya ku putuskan aku tidak bisa menerima siska,
dan aku siap atas apa yang sudah dikatakan pak bimo dulu. Dan sejak saat itu
lah ku pamit dan angkat kaki dari rumah itu, ku tinggalkan semua yang pernah
ada dihidupku dulu. Tapi semua keputusan ku itu bukan tanpa alasan, sebelumnya
aku sudah bercerita tentang semuanya ke Heru, dan ayah heru menawarkan ku
berkerja dengannya diluar kota didaerah Sumatra, untuk membantu mengelola kebun
kelapa sawit miliknya, dan dengan begitu ku menyetujui tawarannya. Setelah
semua itu ku putuskan untuk pergi dan membangun kehidupan ku yang baru.
Semuanya ku ceritakan ke Nazwa, dan bila ia memang benar tulus mencintai ku, ku
ingin ia mau menunggu ku kembali. Namun setelah dua tahun setengah ku disana,
ku dengar kabar kalau nazwa telah dijodohkan dengan seorang lelaki abri yang
mapan dan bertahta tentunya. Mereka sudah bertunangan dan tak lama lagi akan
melangsungkan pernikahan. Sedih serta sakit hati ku rasa, tapi semua itu tak
membuat ku goyah untuk terus mencari yang terbaik dikehidupan ini. Kini ku
adalah seorang yang cukup mapan, ku bisa melanjutkan kuliah dengan hasil
keringat ku sendiri. Dan disaat ku menjalani kehidupan, kutemukan sesosok
wanita yang mampu menerima ku dan ku cintai juga tentunya yang kini menjadi
pendamping hidupku untuk selamanya. Dan untuk kabar Siska, yang ku tahu dia
menikahi laki-laki seorang dokter yang telah berhasil menyembuhkan penyakitnya.
Dan itu lah kehidupan ku, perjalanan yang tak akan tergantikan.
Aku Andri Pratama Saputra, Terima
Kasih.
Ditulis dan dikarang Oleh : Amiruddin
Thanks to :
·
Andri Pratama Saputra sb Tokoh Utama
·
M. Rusli sb Adik Andri
·
Bi Jumriah sd Bibi Andri
·
Umi Aisyah sb Ibu Andri
·
Bpk Bimo Henggono sb Majikan
·
Ibu Nur Syarifah sb Ibu majikan
·
Siska Safira sb Keponakan Bimo
·
Nazwa Khairunnisa sb Kekasih Andri
·
Nia Ambarwati sb Anak 1 Bimo
·
Risma Kumalasari sb Anak 2 Bimo
·
Herudin sb Sahabat Andri
·
Mang Ramli sb Partner kerja Andri
·
Bi Tati sb Pembantu Bimo
·
Dr. Supriadi sb Dokter
·
Bpk. Agus Supono sb Ayah Heru
cerita yang bagus
BalasHapusBest youtube - videodl.cc
BalasHapusBest youtube - videodl.cc. Best youtube · Videoslot.com · Videoslot.com · Videoslot.com · Videoslots.com · Videoslot.com · Videoslot.com · Videoslots.com · Videoslot.com · Videoslot.com. youtube mp4